Sembari ku berhenti sejenak, aku menyempatkan diri untuk
kembali menulis sebuah catatan kecil yang sengaja aku tulis untuk membawa ku ke
masa lalu. Kata orang, masa lalu itu tidak perlu untuk di ingat karena pahit.
Ya, mungkin itu hanya untuk beberapa orang yang mempunyai pengalaman pahit di
masa lalu. Dan kebanyakan itu diakibatkan oleh putus cinta. Kata orang juga
lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Namun tak semua orang mengatakan itu
benar, karena beberapa orang juga memilih untuk sakit hati daripada sakit gigi
karena kalau sakit gigi (tukolon orang batak menyebutnya) sudah tak
terdefenisikan lagi sakitnya. (…kok jadi curhat?). Okay, balik lagi aku
meluruskan tentang apa yang akan saya tulis. Kali ini aku dibawa dimana saya
mengenal pensil dan pena pertama kalinya.
Ketika belum sekolah,aku ingin sekali pergi ke sekolah walau
belum cukup umur. Aku bermain corat coret dengan jari ku di atas pasir dan
menulis di atas daun dengan menggunakan lidi tanpa tahu apa makna dari coretan
itu. Namun, aku merasakan aku sangat menikmati sekali. Hari berganti aku pun
sangat senang karena umur ku sudah cukup untuk menginjakan kaki di ruangan
kelas satu sekolah dasar (SD). Pada saat itu, aku berkenalan dengan sebuah
benda yang kurus kerempeng namun begitu seksi karena dia mempunyai warna merah
di ujungnya. Dia adalah pensil beserta penghapus di ujungnya. Aku sangat
gembira bisa mengenal pensil karena aku bisa latihan corat coret dan latihan
menulis yang diajarkan oleh guru ku. Aku senang juga kepada pensil karena aku
bisa menghapus jika tulisan ku salah. Itulah kehebatan pensil yang bisa aku
kagumi. Dimana dia dan penghapus bisa saling melengkapi satu sama lain.
Tahun demi tahun pun berlalu dimana aku menginjakan kaki di
kelas 3 SD. Di kelas ini, ada teman baru. Aku pun berkenalan dengan dia. Dia adalah
pena. Di masa ini, guru ku menyarankan aku untuk menggunakan pena sebagai alat
tulis. Ntah mengapa… guru menyuruh ku pada waktu itu, ah ya sudahlah biarkan
menjadi misteri. Aku berkenalan dengan pena. Si pena ini lebih cantik dari si
pensil karena harganya yang amat begitu mahal. Namun, pada waktu itu aku sangat
tidak menyukai si pena karena aku tidak bisa menghapus jika tulisan ku salah. Bagaimana
dengan si tipex? Ya, dia adalah pasangan si pena. Tapi aku merasa si tipex
tidak begitu baik untuk menghapus tulisan ku. Karena si tipex meninggalkan noda
putih yang membuat kertas ku menjadi jelek. Seiring berjalannya waktu, masa-masa ujian semester sekolah pun aku
hadapi saperti di sekolah menengah atas (SMA) atau di universitas. Di dalam ujian tersebut, si pendidik akan
memberikan NB di ujung kertas soal ujian (NB : Tidak dianjurkan menggunakan pensil
dan tipex. Jika menggunakannya, maka nilai minus). Ketika melihat dan membaca
tulisan itu, dalam hati mengatakan OH…TIDAAAKKKK!!! Mengingat hal ini, Aku
berpikir bahwa si pena dibuat agar kita lebih berhati-hati untuk mengisi kertas
kosong agar menghasilkan suatu tulisan yang indah.
Loh, jadi mengapa pada waktu ujian nasional yang digunakan
si pensil? Kok bukan pena?. Ya benar sekali, karena si pensil mengajarkan kita
agar kita tidak gagal menghadapi ujian karena ada penghapus jika kita mempunya
jawaban yang meragukan. Begitu juga dengan kehidupan ini, agar dimasa sulit
kita bisa saling menguatkan, memotivasi, mengingatkan dan menghibur satu sama
lain. Dan pena menggambarkan agar kita lebih berhati-hati untuk menjaga rasa
persaudaraan, persahabatan, bahkan menjalani hidup agar kertas kosong terisi
ketajaman tinta warna yang indah.
Neili, 13 February 2016.
0 komentar :
Posting Komentar