Di hari minggu pada
tanggal 28 Agustus, matahari begitu cerah dan sangkin cerahnya badan
berkeringat dan basah seperti selesai dari olahraga. Bergegas pergi bersama
teman-teman ke Taipei karena ada program mengajar kepada rekan-rekan pekerja Indonesia
yang ada di Taiwan. Semangat dan bahagia itu melihat mereka bisa melanjutkan
pendidikan, walau ditengah pekerjaan yang setiap harinya mereka lakukan tanpa
lelah.
Setelah dari program mengajar itu, karena ini hari minggu
kita pun yang Kristiani bergegas kembali untuk beribadah ke sebuah tempat yang
dekat dari tempat mengajar. Jangan tanyakan apa kotbah dari Pak pendeta ya,
karena kotbahnya sangat lama. Hehehe… Sepulang dari ibadah dan karena waktu
telah menunjukan malam, waktunya kembali ke tempat dormitory. Kurang lebih 45
menit dari Taipei ke tempat dormitory, kereta api pun menjadi salah satu andalan untuk pulang walau
tidak mendapatkan tempat duduk dan saling berdempetan. Ya karena jomblo,
gapapalah bisa berdempetan dengan penumpang yang ada di kereta api karena gak akan
ada yang marah. Haha… loh kok malah curhat ya? Baiklah saya lanjut….
Google image |
Ketika turun dari kereta api, kaki ini pun sangat lelah untuk
melangkah tapi karena keadaan yang
memaksa, mau tidak mau kaki ini tidak boleh dimanjakan. Kaki pun saling
berlomba menuju dormitory. Ditengah jalan, ada seorang kakek yang berjalan yang
begitu lama, asumsi pun muncul, mungkin kakek itu lagi olahraga. Namanya juga
di Taiwan, kebiasaan penduduk lokal dengan di kampung pun sangat jauh berbeda
karena jam 10 malam mana ada seorang kakek yang berkeliaran ditengah malam
dengan berjalan yang sangat lama. Ketika lewat kakek itu, tiba-tiba mata ini
melihat ke arah teman yang sudah jauh jaraknya. Dan ternyata mereka menghampiri
kakek tersebut. Dengan mandarin yang sangat pas-pas an mereka pun bertanya
kepada kakek tersebut. Dan teman-teman pun memanggil saya untuk membantu kakek
tersebut. Karena hanya saya laki-laki diantara teman-teman. Saya pun kembali ke
kakek tersebut, dan ternyata teman-teman mengatakan bahwa kakek tersebut mau
pulang ke rumahnya. Ya… walau tidak tahu alamat yang dikatakan kakek tersebut,
kami pun menopang kakek tersebut dengan sangat berhati-hati karena kita
khawatir karena ketika si kakek nantinya melewati rel kereta api. Lalu teman-teman
pun mengatakan, “Gendong aja kakek itu. Biar saya pegang tas kamu”. Tapi apa
daya, saya dan teman saya pun hanya bisa menopang kakek tersebut.
Waktupun sudah kembali mengingatkan bahwa sudah jam 10 lewat.
Padahal si kakek hanya bisa berjalan dengan sangat lama. Ditengah-tengah
menopang si kakek, salah satu teman bertanya, “你累嗎?(Grandpa, Are you tired?)” lalu si
Kakek menjawab, “不是 (tidak)” kita selalu bertanya kepada si kakek dengan pertanyaan
yang sama, dan si kakek juga menjawab dengan yang sama juga. Dan teman bertanya
umur si kakek, tenyata umur si kakek sudah 70. Untungnya, kami bertemu dengan
seorang bapak warga negara Indonesia yang menggunakan mobil. Dan bapak itu menghampiri
kami, dan bertanya Kenapa dan ada apa?? Kita sangat bersyukur bahwa, beliau
mengantar si kakek tadi. Ketika mengantar ke rumah si kakek, ternyata rumah si
kakek sangat jauh. Kalau naik mobil ada kurang lebih 20 menit, tapi kalau kami
tadi berjalan mengantar si kakek, mungkin pagi hari kami akan sampai karena
kendala bahasa dan juga daerah yang kami tuju yang belum kami ketahui. beliau
menyarankan jika menemukan seorang kakek ditengah jalan, bisa menelpon 110. Agar
polisi bisa mengantar sampai ke rumah. Kamu bisa bayangkan tidak jika itu
terjadi kepada orangtua kita sendiri? Berjalan di tengah malam dengan sangat
lama tanpa ada yang menolong dan juga kehausan. Walau seorang kakek mengatakan
terus menerus tidak lelah, tapi dari raut wajah dan keringat yang membasahi
wajah kakek tadi bahwa si kakek tidak mau merepotkan orang lain. Walau menahan
rasa sakit.
28 Oktober 2016
Neili, Taiwan.