Sabtu, 03 September 2016

     Di hari minggu pada tanggal 28 Agustus, matahari begitu cerah dan sangkin cerahnya badan berkeringat dan basah seperti selesai dari olahraga. Bergegas pergi bersama teman-teman ke Taipei karena ada program mengajar kepada rekan-rekan pekerja Indonesia yang ada di Taiwan. Semangat dan bahagia itu melihat mereka bisa melanjutkan pendidikan, walau ditengah pekerjaan yang setiap harinya mereka lakukan tanpa lelah.

     Setelah dari program mengajar itu, karena ini hari minggu kita pun yang Kristiani bergegas kembali untuk beribadah ke sebuah tempat yang dekat dari tempat mengajar. Jangan tanyakan apa kotbah dari Pak pendeta ya, karena kotbahnya sangat lama. Hehehe… Sepulang dari ibadah dan karena waktu telah menunjukan malam, waktunya kembali ke tempat dormitory. Kurang lebih 45 menit dari Taipei ke tempat dormitory, kereta api pun  menjadi salah satu andalan untuk pulang walau tidak mendapatkan tempat duduk dan saling berdempetan. Ya karena jomblo, gapapalah bisa berdempetan dengan penumpang yang ada di kereta api karena gak akan ada yang marah. Haha… loh kok malah curhat ya? Baiklah saya lanjut….

Google image
     Ketika turun dari kereta api, kaki ini pun sangat lelah untuk melangkah tapi karena keadaan  yang memaksa, mau tidak mau kaki ini tidak boleh dimanjakan. Kaki pun saling berlomba menuju dormitory. Ditengah jalan, ada seorang kakek yang berjalan yang begitu lama, asumsi pun muncul, mungkin kakek itu lagi olahraga. Namanya juga di Taiwan, kebiasaan penduduk lokal dengan di kampung pun sangat jauh berbeda karena jam 10 malam mana ada seorang kakek yang berkeliaran ditengah malam dengan berjalan yang sangat lama. Ketika lewat kakek itu, tiba-tiba mata ini melihat ke arah teman yang sudah jauh jaraknya. Dan ternyata mereka menghampiri kakek tersebut. Dengan mandarin yang sangat pas-pas an mereka pun bertanya kepada kakek tersebut. Dan teman-teman pun memanggil saya untuk membantu kakek tersebut. Karena hanya saya laki-laki diantara teman-teman. Saya pun kembali ke kakek tersebut, dan ternyata teman-teman mengatakan bahwa kakek tersebut mau pulang ke rumahnya. Ya… walau tidak tahu alamat yang dikatakan kakek tersebut, kami pun menopang kakek tersebut dengan sangat berhati-hati karena kita khawatir karena ketika si kakek nantinya melewati rel kereta api. Lalu teman-teman pun mengatakan, “Gendong aja kakek itu. Biar saya pegang tas kamu”. Tapi apa daya, saya dan teman saya pun hanya bisa menopang kakek tersebut.

     Waktupun sudah kembali mengingatkan bahwa sudah jam 10 lewat. Padahal si kakek hanya bisa berjalan dengan sangat lama. Ditengah-tengah menopang si kakek, salah satu teman bertanya, 你累嗎?(Grandpa, Are you tired?)” lalu si Kakek menjawab, “不是 (tidak)” kita selalu bertanya kepada si kakek dengan pertanyaan yang sama, dan si kakek juga menjawab dengan yang sama juga. Dan teman bertanya umur si kakek, tenyata umur si kakek sudah 70. Untungnya, kami bertemu dengan seorang bapak warga negara Indonesia yang menggunakan mobil. Dan bapak itu menghampiri kami, dan bertanya Kenapa dan ada apa?? Kita sangat bersyukur bahwa, beliau mengantar si kakek tadi. Ketika mengantar ke rumah si kakek, ternyata rumah si kakek sangat jauh. Kalau naik mobil ada kurang lebih 20 menit, tapi kalau kami tadi berjalan mengantar si kakek, mungkin pagi hari kami akan sampai karena kendala bahasa dan juga daerah yang kami tuju yang belum kami ketahui. beliau menyarankan jika menemukan seorang kakek ditengah jalan, bisa menelpon 110. Agar polisi bisa mengantar sampai ke rumah. Kamu bisa bayangkan tidak jika itu terjadi kepada orangtua kita sendiri? Berjalan di tengah malam dengan sangat lama tanpa ada yang menolong dan juga kehausan. Walau seorang kakek mengatakan terus menerus tidak lelah, tapi dari raut wajah dan keringat yang membasahi wajah kakek tadi bahwa si kakek tidak mau merepotkan orang lain. Walau menahan rasa sakit. 

28 Oktober 2016

Neili, Taiwan. 

Sabtu, 16 Juli 2016

google image
Di setiap pagi hari yang cerah, disini diriku terbangun karena dering alarm yang sangat bersemangat membangunkan ku untuk beraktivitas. Daku pun bergegas berangkat ke ibu kota yang memakan waktu kurang lebih 1,5 jam. Diriku pun bergegas berangkat dengan menggunakan kereta api. Di dalam kereta api yang saya gunakan setiap harinya, selalu ada sebuah wanita cantik di dalam speaker yang mengatakan bahwa kita akan sampai dimana dengan menggunakan 4 bahasa. Walaupun tidak ada bahasa Indonesia, saya bersyukur ada bahasa inggris yang membuat saya mengerti apa yang dikatakan si wanita cantik di dalam speaker tersebut. Di dalam kereta api, ada banyak manusia yang saya temukan. Manusia yang berbadan tinggi, pendek, putih, hitam, cantik dan sebagainya. Selain itu, ada banyak cerita dialamnya. Di dalam sebuah kereta di pagi hari saya sangat jarang mendapatkan tempat duduk kosong karena padatnya manusia. Di suatu hari saya melihat ada seorang wanita yang menangis tanpa henti. Mulai dari saya masuk ke dalam kereta api sampai si wantia itu turun juga menangis. Saya melihat wanita yang menangis itu bukannlah penduduk lokal disini karena wanita tersebut menangis dan berbicara dengan telpon genggamnya. Semua orang pun meilihat wanita tersebut dan tidak peduli dengan si wanita tersebut. Selain itu, ada juga situasi yang saya lihat. Ada 3 orang yang tepat duduk disebelah wanita tersebut dan seorang wanita yang berdiri yang sedang asik dengan telpon genggamnya. Saya melihat 3 wanita tersebut itu adalah penduduk lokal. Saya melihat 3 wanita lokal tersebut membawa sebuah buku yang tebal berwarna hitam. Saya menebak bahwa buku itu adalah Alkitab. Kenapa? Karena saya mendengar percakapan mereka dengan menyebutkan kata “耶稣” yang artinya TUHAN. Dan juga mereka memperhatikan si wantia yang menangis di samping mereka. Setelah mereka memperhatikan terus menerus, saya melihat 3 wanita lokal tersebut melipat tangan dan menutup mata mereka sambil berkata –kata. Mungkin mereka sedang mendoakan si wanita yang menangis tersebut. Dan cerita tentang si seorang wanita yang berdiri dimana wanita tersebut sedang asik dengan telpon genggamnya. Saya melihat wanita ini tidak peduli dengan sekitarnya karena dia asik dengan telpon genggamnya. Tetapi ada hal yang sangat mengejutkan yang dilakukan si wanita yang asik dengan telpon genggamnya dimana ketika kereta berhenti di stasiun, si wanita itu pun mengeluarkan satu pack tisu kepada si wanita tersebut dan menangis sambil ia keluar dari dalam kereta api. Apapun masalah yang ada di dalam wanita tersebut, saya hanya dapat berharap bahwa dia akan baik-baik saja. Selain itu juga, ada banyak hal yang dapat ditemukan di dalam sebuah kereta api. Diantaranya ada yang sibuk dengan telpon genggamnya, ada yang tertidur, ada yang membaca buku, ada yang berpura-pura tidak pekah karena ada banyak pemuda yang saya temukan dimana tidak peduli dengan orangtua usia lanjut dihadapannya yang tidak memberikan tempat duduknya kepada si wanita tua tersebut. Jadi, diantara situasi tersebut yang manakah dirimu??

July, 17th 2016.

Neili, Taiwan 

Jumat, 12 Februari 2016

Sembari ku berhenti sejenak, aku menyempatkan diri untuk kembali menulis sebuah catatan kecil yang sengaja aku tulis untuk membawa ku ke masa lalu. Kata orang, masa lalu itu tidak perlu untuk di ingat karena pahit. Ya, mungkin itu hanya untuk beberapa orang yang mempunyai pengalaman pahit di masa lalu. Dan kebanyakan itu diakibatkan oleh putus cinta. Kata orang juga lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Namun tak semua orang mengatakan itu benar, karena beberapa orang juga memilih untuk sakit hati daripada sakit gigi karena kalau sakit gigi (tukolon orang batak menyebutnya) sudah tak terdefenisikan lagi sakitnya. (…kok jadi curhat?). Okay, balik lagi aku meluruskan tentang apa yang akan saya tulis. Kali ini aku dibawa dimana saya mengenal pensil dan pena pertama kalinya.

Ketika belum sekolah,aku ingin sekali pergi ke sekolah walau belum cukup umur. Aku bermain corat coret dengan jari ku di atas pasir dan menulis di atas daun dengan menggunakan lidi tanpa tahu apa makna dari coretan itu. Namun, aku merasakan aku sangat menikmati sekali. Hari berganti aku pun sangat senang karena umur ku sudah cukup untuk menginjakan kaki di ruangan kelas satu sekolah dasar (SD). Pada saat itu, aku berkenalan dengan sebuah benda yang kurus kerempeng namun begitu seksi karena dia mempunyai warna merah di ujungnya. Dia adalah pensil beserta penghapus di ujungnya. Aku sangat gembira bisa mengenal pensil karena aku bisa latihan corat coret dan latihan menulis yang diajarkan oleh guru ku. Aku senang juga kepada pensil karena aku bisa menghapus jika tulisan ku salah. Itulah kehebatan pensil yang bisa aku kagumi. Dimana dia dan penghapus bisa saling melengkapi satu sama lain.

Tahun demi tahun pun berlalu dimana aku menginjakan kaki di kelas 3 SD. Di kelas ini, ada teman baru. Aku pun berkenalan dengan dia. Dia adalah pena. Di masa ini, guru ku menyarankan aku untuk menggunakan pena sebagai alat tulis. Ntah mengapa… guru menyuruh ku pada waktu itu, ah ya sudahlah biarkan menjadi misteri. Aku berkenalan dengan pena. Si pena ini lebih cantik dari si pensil karena harganya yang amat begitu mahal. Namun, pada waktu itu aku sangat tidak menyukai si pena karena aku tidak bisa menghapus jika tulisan ku salah. Bagaimana dengan si tipex? Ya, dia adalah pasangan si pena. Tapi aku merasa si tipex tidak begitu baik untuk menghapus tulisan ku. Karena si tipex meninggalkan noda putih yang membuat kertas ku menjadi jelek. Seiring berjalannya waktu,  masa-masa ujian semester sekolah pun aku hadapi saperti di sekolah menengah atas (SMA) atau di universitas.  Di dalam ujian tersebut, si pendidik akan memberikan NB di ujung kertas soal ujian (NB : Tidak dianjurkan menggunakan pensil dan tipex. Jika menggunakannya, maka nilai minus). Ketika melihat dan membaca tulisan itu, dalam hati mengatakan OH…TIDAAAKKKK!!! Mengingat hal ini, Aku berpikir bahwa si pena dibuat agar kita lebih berhati-hati untuk mengisi kertas kosong agar menghasilkan suatu tulisan yang indah.

Loh, jadi mengapa pada waktu ujian nasional yang digunakan si pensil? Kok bukan pena?. Ya benar sekali, karena si pensil mengajarkan kita agar kita tidak gagal menghadapi ujian karena ada penghapus jika kita mempunya jawaban yang meragukan. Begitu juga dengan kehidupan ini, agar dimasa sulit kita bisa saling menguatkan, memotivasi, mengingatkan dan menghibur satu sama lain. Dan pena menggambarkan agar kita lebih berhati-hati untuk menjaga rasa persaudaraan, persahabatan, bahkan menjalani hidup agar kertas kosong terisi ketajaman tinta warna yang indah.


Neili, 13 February 2016.